Daan Mogot, Pahlawan Berumur 17 Tahun

Posted by Tips Blog Buzz on 05 April 2011


Penduduk Jakarta pasti sudah pernah mendengar nama sebuah jalan bernama Daan Mogot. Jalan yang terbentang dari perempatan Grogol hingga Tangerang. Tapi apakah banyak yang sadar bahwa nama jalan Daan Mogot itu berasal dari sebuah nama seorang pemuda?

Pemuda belia itu bernama Elias Daniel Mogot. Daan Mogot adalah nama populer Elias Daniel Mogot. Pemuda ini cukup mengagumkan. Bayangkan ketika anak-anak saat ini yang berumur 14 tahun masih doyan main playstation ataupun ber-FB ria, ternyata saat umur 14 tahun Daan Mogot sudah ikut berperang.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3Umz7P48FjFgkRYUHSCFcz5-LFLSUUtltzz2849VRtlMwVqa1gDWlit_lCBMplu0Se3SwPL3GwistVSwt3JV12OpW74WIPQkvNMP2NcoQ4nob40Nr1NE1SESv3jfMmW6acfqNtc1rj0o/s1600/Daan_E_Mogot.jpg
Pemuda kelahiran Manado, 28 Desember 1928, ini dibawa oleh orang tuanya ke Batavia (Jakarta) saat berumur 11 tahun. Daan Mogot adalah anak dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang. Ayahnya ketika itu adalah Hukum Besar Ratahan. Ia anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel Alex E. Kawilarang (Panglima Siliwangi, serta Panglima Besar Permesta) dan Irjen. Pol. A. Gordon Mogot (mantan Kapolda Sulut). Di Batavia, ayahnya diangkat menjadi anggota VOLKSRAAD (Dewan Rakyat masa Hindia-Belanda). Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang.

Di umur 14 tahun (tahun 1942) Daan Mogot masuk PETA (Pembela Tanah Air) yaitu organisasi militer pribumi bentukan Jepang di Jawa, walaupaun sebenarnya ia tak memenuhi syarat karena usianya belum genap 18 tahun. Oleh prestasinya yang luar biasa ia diangkat menjadi pelatih PETA di Bali. Kemudian dipindahkan ke Batavia.

Saat kejatuhan Jepang dan selepas Proklamasi 1945, Daan Mogot bergabung dengan pemuda lainnya mempertahankan kemerdekaan dan menjadi salah seorang tokoh pemimpin Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangkat Mayor. Uniknya saat itu Daan Mogot baru berusia 16 tahun namun sudah berpangkat Mayor.

Malang tak dapat ditolak, saat ia berjuang membela negeri ini, ayahnya tewas dibunuh oleh para perampok yang menganggap "orang Manado" (orang Minahasa) sebagai londoh-londoh (antek-antek) Belanda. Kesedihannya itu ia sampaikan pada sepupunya Alex Kawilarang.

"Banyak benar anarki terjadi di sini," kata Alex Kawilarang.

"Memang, itu yang mesti torang bereskan. Oleh karena itu, senjata harus berada di torang pe tangan" kata Daan Mogot. "Torang, orang Manado, jangan berbuat yang bukan-bukan. Awas, hati-hati! Torang musti benar-benar menunjukkan, di pihak mana kita berada."

Daan Mogot berkeinginan mencurahkan pengetahuannya, apa yang dulu didapatkannya saat masih dibawah PETA. Ia ingin mendidik para pemuda yang mau menjadi tentara. Dan keinginan besarnya itu akhirnya terwujud dengan berdirinya Akademi Milter di Tangerang 18 November 1945 bersama Kemal Idris, Daan Yahya dan Taswin. Dan Daan Mogot diangkat menjadi Direktur Militer Akademi Tangerang (MAT) saat ia berusia 17 tahun dengan calon Taruna pertama yang dilatih berjumlah ada 180 orang.

Hutan Lengkong - Serpong Tangerang

Pada tanggal 30 November 1945 dilakukan perundingan antara Indonesia dengan delegasi Sekutu. Indonesia diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Agoes Salim yang didampingi oleh dua dua perwira TKR yaitu Mayor Wibowo dan Mayor Oetarjo. Sedangkan pihak Sekutu (Inggris), Brigadir ICA Lauder didampingi oleh Letkol Vanderpost (Afrika Selatan) dan Mayor West.

Pertemuan yang merupakan Meeting of Minds, menghasilkan ketetapan tentang pengambil-alihan primary objectives tentara Sekutu oleh TKR yang meliputi perlucutan senjata dan pemulangan 35 ribu tentara Jepang yang masih di Indonesia, pembebasan dan pemulangan Allied Prisoners of War and Internees (APWI) yang kebanyakan terdiri dari lelaki tua, wanita, dan anak-anak berkebangsaan Belanda dan Inggris sebanyak 36 ribu.

Berdasarkan kesepakatan 30 November 1945, tentara Sekutu tidak lagi memiliki alasan untuk memasuki wilayah kekuasaan Indonesia maupun menggunakan tentara Jepang untuk memerangi Indonesia dengan dalih mempertahankan status quo pra- Proklamasi. Perintah itu disampaikan oleh pihak Sekutu kepada Panglima Tentara Jepang Letjen Nagano.

Sekitar tanggal 5 Desember 1945 ditegaskan oleh Kolonel Yashimoto dari pimpinan tentara Jepang kepada pimpinan Kantor Penghubung TKR di Jakarta cq Mayor Oetarjo bahwa para komandan tentara Jepang setempat sesuai dengan keputusan pimpinan tentara Sekutu, telah diperintahkan tunduk kepada para komandan TKR setempat yang bertanggung jawab atas pemulangan mereka.

Namun pada tanggal 24 Januari 1946, Daan Mogot mendengar pasukan NICA Belanda sudah menduduki Parung. Dan bisa dipastikan mereka akan melakukan gerakan merebut senjata tentara Jepang di depot Lengkong.

Ini sangat berbahaya karena akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang. Untuk mendahului jangan sampai senjata Jepang jatuh ke tangan sekutu, berangkatlah pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna Militer Akademi Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha pada tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00. Ikut pula bersamanya beberapa orang perwira seperti Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo.

Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer hasil rampasan dari Inggris, para prajurit berangkat dan sampai di markas Jepang Lengkong pukul 16.00 WIB. Di depan pintu gerbang, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dengan Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan taruna Alex Sajoeti (fasih bahasa Jepang) berjalan di depan. Pasukan taruna diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.

Kapten Abe, dari pihak Jepang, menerima ketiganya di dalam markas. Mendengar penjelasan maksud kedatangan mereka, Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta. Ia beralasan bahwa ia belum mendapat perintah atasannya tentang perlucutan senjata. Saat perundingan berjalan, ternyata Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. 40 orang Jepang telah terkumpulkan di lapangan.

Namun entah mengapa, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan yang tidak diketahui dari mana asalnya. Disusul tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Tentara Jepang yang berbaris di lapangan ikut pula memberikan perlawanan dengan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk milik TKR.

Terjadilah pertempuran yang tak seimbang, apalagi pengalaman tempur dan persenjataan para Taruna tak sebanding dsengan pihak Jepang. Taruna MAT menjadi sasaran empuk, diterjang oleh senapan mesin, lemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.

Ketika mendengar pecahnya pertempuran, Mayor Daan Mogot segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Mayor Daan Mogot bersama beberapa pasukannya menyingkir meninggalkan asrama tentara Jepang, memasuki hutan karet yang dikenal sebagai hutan Lengkong.

Namun Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang dimiliki. Sering peluru yang dimasukkan ke kamar-kamarnya tidak pas karena ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran ini tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan persenjataan dan persediaan peluru yang amat terbatas.

Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru.

Monumen Lengkong
Dari pertempuran di hutan Lengkong, 33 taruna dan 3 perwira gugur serta 10 taruna luka berat. Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, hanya 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.

Pasukan Jepang selanjutnya bertindak penuh kebuasan. Mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan tusukan bayonet. Ada yang tertangkap sesudah keluar dari tempat perlindungan, lalu diserahkan kepada Kempetai Bogor. Beberapa orang yang masih hidup (walau mereka dalam keadaan terluka) dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya.

Tanggal 29 Januari 1946 di Tangerang diselenggarakan pemakaman kembali 36 jenasah yang gugur dalam peristiwa Lengkong disusul seorang taruna Soekardi yang luka berat namun akhirnya meninggal di RS Tangerang. Mereka dikuburkan di dekat penjara anak-anak Tangerang. Hadir pula pada upacara tersebut Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir, Wakil Menlu RI Haji Agoes Salim yang puteranya bernama Sjewket Salim ikut gugur dalam peristiwa tersebut beserta para anggota keluarga taruna yang gugur. Dan bagi R.Margono Djojohadikusumo, pendiri BNI 1946, ia kehilangan dua putra terbaiknya yaitu Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Taruna R.M. Soejono Djojohadikoesoemo (keduanya paman dari Prabowo Subianto).

Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah Indonesia kemudian mengangkat Daan Mogot sebagai pahlawan nasional. Namanya juga diabadikan menjadi nama Jalan yang menghubungkan Jakarta dengan Tangerang. Jalan Ini memiliki sahabat setia yaitu Kali Mookervaat.

Daan Mogot tutup usia pada tanggal 25 Januari tahun 1946. Hanya sempat merasakan sebulan hidup di usia 17 tahun atau dikenal sebagai saat sweet seventeen saat ini. Mungkin bagi anak muda akan diperingati sebagai masa yang indah, namun bagi Hadjari Singgih, pacar Mayor Daan Mogot, adalah sebuah pengorbanan yang sangat berarti bagi negeri ini. Kado yang terindah darinya adalah dengan memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan menanam rambut itu bersama jenasah Daan Mogot.

Kini di antara kemewahan kawasan Serpong, Tangerang Selatan, "terselip" sebuah sejarah bernilai tinggi bagi Republik Indonesia. Sebuah rumah tua, bekas markas serdadu Jepang di Desa Lengkong, menjadi saksi "Pertempuran Lengkong." Di sebelah kanan rumah itu berdiri sebuah monument yang dibangun sejak tahun 1993. Terukir sejumlah nama taruna dan perwira yang gugur dalam peristiwa heroik yang itu. Namun yang patut disayangkan adanya perbedaan antara museum Lengkong dengan obyek-obyek sejarah lainnya di Tanah Air ini.



Markas tentara Jepang di Desa Lengkong
Museum dan Monumen Lengkong bukanlah salah satu sarana obyek wisata yang bisa dikunjungi oleh masyarakat luas. Pemanfaatannya hingga saat ini hanya sekedar tempat peringatan peristiwa pertempuran. Sehingga banyak dari masyarakat sekitar yang tidak tahu akan keberadaan bangunan historis tersebut. Apalagi seharusnya di museum terpampang foto-foto perjuangan para taruna militer di Indonesia beserta akademinya, namun sayang sekali foto-foto bersejarah tersebut kini berada di Akademi Militer Tangerang dan akan dipasang kembali tiap tanggal 25 Januari dalam upacara peringatan peristiwa Pertempuran Lengkong.

Kisah kepahlawanan Daan Mogot menjadi tamparan bagi kita, saat usia muda ia telah berbakti untuk negerinya. Seharusnya kita terus kabarkan, agar para pemuda tahu bahwa sejarah negeri ini bermula dari kaum pemuda. Agar para orang pemimpin negeri ini tak memandang remeh pada jeritan kaum muda. Simak dan renungkan, apa yang terukir di pintu gerbang Taman Makam Pahlawan Taruna, Tangerang
More aboutDaan Mogot, Pahlawan Berumur 17 Tahun

The Beast of Gevaudan, Monster pembunuh dari Gevaudan

Posted by Tips Blog Buzz

Peristiwanya terjadi di Gevaudan, Perancis, pada pertengahan tahun 1700an. Lebih dari 100 penduduk tewas akibat serangan makhluk misterius yang disebut The Beast of Gevaudan. Horor yang menimpa para penduduknya itu masih menjadi misteri yang tidak terpecahkan hingga kini.

Tidak ada yang bisa memastikan jumlah pasti korban serangan makhluk Gevaudan. Namun Dr. Beaufort yang pernah meneliti kasus ini menemukan paling tidak ada 210 serangan yang dihubungkan dengan makhluk ini. Dari antara 210 serangan itu terdapat 49 korban luka. Sedangkan korban tewas mencapai 113 orang. 98 diantaranya tewas dengan kondisi tubuh termutilasi akibat disantap.

Semuanya bermula pada tanggal 1 Juni 1764.

Saat itu, seorang anak perempuan yang baru berusia 14 tahun keluar untuk menggembalakan ternaknya ke sebuah padang rumput dekat Gevaudan di Perancis Selatan. Ia tidak menduga kalau apa yang menimpanya akan menjadi awal dari sebuah misteri yang berlangsung hingga ratusan tahun kemudian.

Ketika sedang memperhatikan ternak-ternaknya, ia melihat ke arah semak-semak yang ada di dekat situ. Gerakan pada semak itu cukup membangkitkan rasa ingin tahunya.

Ia tidak perlu menunggu lama.

Sesaat kemudian, seekor hewan besar seperti anjing keluar dari semak-semak itu dan segera berlari ke arahnya. Walaupun hewan ini memiliki rupa seperti anjing, tubuhnya sangat besar, bahkan hampir menyamai besar seekor kerbau.

Ketika hewan ini hendak menerkamnya, anak perempuan itu menggunakan tongkatnya untuk memukulnya. Namun tenaganya tidak bisa dibandingkan dengan monster bertubuh besar itu. Untungnya, saat itu ia membawa beberapa ekor anjing untuk keperluan perlindungan. Anjing-anjing ini bereaksi ketika melihat makhluk itu dan segera menyerangnya.

Makhluk itu masih berusaha mendekati anak perempuan itu sebelum akhirnya mundur dan menghilang di kejauhan.


Patung yang didirikan di Gevaudan untuk memperingati
peristiwa
penyerangan pertama


Tidak ada yang pernah melihat makhluk ini sebelumnya. Namun setelah peristiwa di padang rumput itu, ia mulai sering muncul dan menebar teror yang memakan korban jiwa lebih dari 100 orang.

Pada tanggal 30 Juni tahun yang sama, monster itu meminta korban pertamanya. Jeanne Boulet yang juga berusia 14 tahun ditemukan tewas dekat desa Les Hubacs, tidak jauh dari Gevaudan. Anak perempuan malang ini ditemukan dengan dada yang robek dan jantung yang berceceran.

Harian Paris Gazzete yang terbit pada bulan Juni 1764 memuat deskripsi saksi mata yang sempat melihat makhluk itu:

"Makhluk itu lebih tinggi dari serigala pada umumnya. Telapak kakinya dilengkapi dengan kuku. Warna bulunya kemerahan, kepalanya besar sedangkan mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi tajam sangat mirip dengan anjing Greyhound. Telinganya kecil dan lurus, dadanya lebar berwarna abu-abu sedangkan punggungnya memiliki alur berwarna hitam."

Makhluk itu juga disebut mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Deskripsi ini tidak sesuai dengan hewan apapun yang dikenal pada saat itu.

Dalam banyak kesempatan, makhluk itu muncul dan menyerang para penduduk. Pada bulan September 1764, korban tewas akibat serangannya telah mencapai satu korban setiap minggu. Setiap korban tewas dengan kondisi mayat yang mengenaskan, umumnya dengan leher robek dan tubuh termutilasi. Pada banyak korban, terlihat jelas tanda bekas disantap.

Pada bulan Oktober, kematian terus berlanjut dengan ditemukannya mayat-mayat yang kebanyakan wanita dan anak-anak di berbagai tempat di desa.

Pada saat itu, berita mengenai makhluk ini telah menyebar luas ke seluruh Perancis. Penduduk desa di sekitar Gevaudan mengalami ketakutan yang luar biasa. Pintu-pintu rumah dikunci dan para penduduk mengurangi aktivitas di luar rumah. Mereka yang terpaksa keluar rumah akan membawa teman dan senjata untuk melindungi diri.

Sebenarnya ada alasan lain mengapa para penduduk desa dicekam ketakutan, yaitu beredarnya rumor yang menyebutkan kalau makhluk buas itu sebenarnya adalah seekor Loup Garou atau Manusia Serigala (Werewolf). Rumor ini berkembang karena dalam beberapa kesempatan makhluk itu terlihat tidak terpengaruh oleh tembakan peluru yang dilepaskan. Salah seorang petani bahkan berhasil menusuknya dengan pisau. Tetapi makhluk itu tidak terluka sama sekali.

Kenyataan ini membuat para penduduk percaya kalau mereka sedang berurusan dengan makhluk supranatural.

Pada Januari 1765, terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat raja Perancis ikut turun tangan.

Saat itu, Jacques Portefaix dan enam orang temannya berjumpa dengan makhluk itu. Namun dengan tetap berkelompok, mereka berhasil melawan dan menghalaunya. Perlawanan yang dilakukan oleh Jacques dan teman-temannya segera menarik perhatian raja Louis XV yang kemudian menghadiahi Jacques dengan 300 livre dan 300 livre lainnya untuk teman-temannya.

Bukan itu saja, raja juga memutuskan untuk mengirim pemburu serigala profesional bernama Jean Charles Marc Antoine Vaumesle d'Enneval dan putranya Jean Francois untuk mencari dan membunuh monster itu.

Selain dua orang itu, paling tidak ada sekitar dua ribu orang lainnya yang turut memburu makhluk ini.

Pada tanggal 17 Februari 1765, d'Enneval dan Francois tiba di Clermont Ferrand. Mereka membawa delapan ekor anjing pemburu yang telah berpengalaman. Namun kedua pemburu ini malah menghabiskan waktu selama berbulan-bulan untuk memburu dan menembak mati serigala-serigala karena mereka percaya kalau hewan-hewan inilah yang telah bertanggung jawab atas serangan-serangan berdarah tersebut.

Akibatnya, korban jiwa terus berjatuhan.

Pada bulan Juni 1765, kesabaran raja mulai habis. Ia mengganti dua pemburu tersebut dengan Francois Antoine yang sebelumnya bertugas sebagai pembawa senjata raja.

Pada tanggal 21 September 1765, Antoine berhasil membunuh seekor serigala besar yang memiliki tinggi 80 cm dengan panjang hingga 1,7 meter. Serigala ini dijuluki Le Loup de Chazes.


Ilustrasi: Serigala yang ditangkap oleh Antoine


Mengenai hewan ini, Antoine berkata:

"Kami belum pernah melihat serigala dengan ukuran tubuh sebesar ini. Karena itu kami menyimpulkan kalau makhluk ini adalah makhluk yang telah melakukan serangan-serangan terhadap penduduk desa."

Bangkai serigala itu dibawa ke Versailles. Antoine dielu-elukan sebagai pahlawan dan menerima banyak uang sebagai hadiah.

Namun serangan berdarah ternyata belum berakhir. Ini mengindikasikan kalau Antoine telah membunuh monster yang salah!

Pada tanggal 2 Desember 1765, makhluk itu terlihat di La Besseyre Saint Mary dan menyerang dua orang anak.

Pada bulan-bulan berikutnya korban terus berjatuhan.

Pada tahun 1767 serangan-serangan tersebut tiba-tiba saja berhenti dan banyak yang percaya kalau Beast of Gevaudan telah mati.

Sayangnya kisah ini berakhir dengan abu-abu.

Para sejarawan memiliki banyak teori yang berbeda mengenai berakhirnya serangan itu. Namun legenda yang paling populer menyebutkan kalau monster itu dibunuh oleh seorang penduduk lokal bernama Jean Chastel pada tanggal 19 Juni 1767.

Menurut cerita, suatu hari, Chastel yang saat itu ikut memburu makhluk itu bersama rekan-rekannya lainnya, duduk di sebuah tempat dan memutuskan untuk berdoa kepada Tuhan mengenai seluruh masalah ini. Setelah itu ia mengeluarkan Alkitabnya dan mulai membaca. Baru saja ia membaca beberapa paragraf, tiba-tiba Beast of Gevaudan muncul di hadapannya.

Chastel segera membidikkan senapannya dan membunuh makhluk itu.

Legenda Chastel kemudian diambil oleh banyak penulis dan dimodifikasi sehingga lebih berbau dongeng ketimbang fakta. Misalnya, salah seorang penulis menceritakan kalau Beast of Gevaudan sesungguhnya adalah benar-benar seekor werewolf dan Chastel sendiri adalah ayahnya. Karena itulah ia berhasil membunuhnya dan mengubur bangkainya di suatu tempat.

Penulis lain menyebutkan kalau Chastel bisa membunuhnya karena menggunakan peluru perak.

Jadi
kita mendapatkan sebuah kisah yang bercampur aduk antara fakta dengan imajinasi.

Lalu pertanyaannya adalah, makhluk apakah Beast of Gevaudan itu sebenarnya?

Mengenai identitasnya, ada berbagai pendapat yang dikemukakan. Teori yang paling populer adalah teori werewolf atau manusia serigala. Seperti yang sudah saya singgung di atas, anggapan ini muncul karena kemampuannya yang kebal peluru atau tusukan. Selain itu, ukuran tubuhnya yang luar biasa tidak cocok dengan karakteristik hewan manapun.

Tetapi teori ini tidak memiliki bukti yang memadai untuk mengkonfirmasinya.

Richard H.Thompson, penulis buku "Wolf hunting in France in the reign of Louis XV: The beast of Gevaudan", percaya kalau makhluk itu sesungguhnya adalah sejenis serigala besar.

Walaupun serigala liar cenderung menghindari manusia, namun beberapa ahli beranggapan kalau serigala pada abad-abad lampau lebih agresif. Serigala yang cenderung pemalu pada masa modern ini sesungguhnya adalah hasil dari seleksi alam.

Pandangan ini juga didasarkan pada fakta kalau korban tewas akibat serangan serigala pada masa modern ini pada umumnya adalah anak-anak. Jika ada orang dewasa yang menjadi korban, maka umumnya adalah wanita.

Tetapi teori ini gagal menjelaskan karakteristik dan rupa makhluk ini yang sama sekali tidak terlihat seperti serigala.

Teori lain menyebutkan kalau makhluk itu adalah hasil perkawinan silang antara seekor anjing dengan serigala liar. Ini ditunjukkan dengan ukuran tubuh dan warna bulunya yang tidak biasa. Spekulasi ini didukung oleh naturalis bernama Michel Louis yang menulis buku berjudul "The Beast of Gevaudan: The Innocence of Wolves".

Menurut Louis, sebagian penduduk desa mengaku pernah melihat Jean Chastel bersama seekor anjing mastiff besar berwarna merah. Ia percaya kalau anjing itu adalah Beast of Gevaudan yang sesungguhnya. Louis juga percaya kalau kemampuan anjing itu untuk menahan peluru mungkin karena ia dikenakan pakaian dari kulit babi hutan yang juga menjelaskan warna bulunya yang aneh.

Dengan kata lain, Louis percaya kalau makhluk itu adalah peliharaan Chastel sendiri.

Selain teori-teori itu, beberapa Cryptozoologyst percaya kalau makhluk itu mungkin adalah keturunan sejenis hewan purba Mesonychid yang dengan suatu cara berhasil bertahan hidup di masa modern ini.

Tetapi, sama seperti teori lainnya, tidak ada argumen pendukung yang cukup kuat untuk meneguhkan teori ini.

Teori lain muncul pada Oktober 2009 ketika History Channel menayangkan sebuah film dokumenter yang berjudul The Real Wolfman. Pada tayangan itu, Beast of Gevaudan disebut sebagai Hyena Asia yang sudah punah di Eropa. Namun, tidak semua sependapat dengan pandangan ini karena Hyena hanya memiliki 34 gigi. Sedangkan berdasarkan hasil otopsi mayat korban, Beast of Gevaudan memiliki 42 gigi.

Jadi, tidak ada kesimpulan yang pasti dan kita masih menebak-nebak identitas monster itu. Namun, yang pasti, tidak ada yang bisa membantah kalau pada tahun 1764 di Perancis, lebih dari 100 orang tewas mengenaskan akibat serangan binatang buas yang misterius.
More aboutThe Beast of Gevaudan, Monster pembunuh dari Gevaudan

Wajah Perempuan Berusia 700 Tahun

Posted by Tips Blog Buzz







Tahu bagaimana wajah perempuan Cina yang berumur 700 tahun? Coba tengok foto di atas. Inilah temuan mumi terbaru di Cina, yang secara kebetulan terungkap ketika pekerja sedang membangun jalan di Cina bagian Timur baru baru ini.

Yang luar biasa adalah kondisi tubuh si mumi masih sangat bagus. Diperkirakan, perempuan ini adalah pejabat tinggi semasa Dinasi Ming (1368-1644). Ia ditemukan di kota Taizhou, Provinsi Jiangsu. Arkeolog Cina terkejut dengan bagaimana bagusnya kondisi kulit, ramput, alis, dan wajah si perempuan. Seakan-akan perempuan ini baru meninggal beberapa tahun lalu. Ia mengenakan pakaian dari sutera yang masih terawat.

Mumi ditemukan di dalam kota kayu di kedalaman dua meter dari permukaan tanah. Apa yang ia kenakan dan bagaimana kondisi dirinya memperlihatkan bagaimana kehidupan masa lalu Cina. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, bisa disebutkan kondisi mumi ini sangat lengkap dan baik.
More aboutWajah Perempuan Berusia 700 Tahun